- Klasifikasi
Klasifikasi udang putih atau Udang Vaname menurut (Effendie, 1997) adalah sebagai berikut :
Kingdom ` : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Kingdom ` : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
- Morfologi
Umumnya tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas dibagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing. Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau carapace bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk kepala atau rostrum (Kordi, G. 2007).
Menurut Haliman dan Adijaya (2004) udang putih memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodik (moulting) Pada bagian kepala udang putih terdiri dari antena antenula dan 3 pasang maxilliped. Kepala udang putih juga dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda). Maxilliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada ujung peripoda beruas-ruas yang berbentuk capit (dactylus) ada pada kaki ke-1, ke-2, dan ke-3. Abdomen terdiri dari 6 ruas pada bagian abdomen terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki renang dan sepasang uropods (ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson. Udang juga mengalami moulting pada saat bulan purnama atau bulan mati (moulting secara normal) dan moulting pada saat mengalami stes yang diakibatkan oleh lingkungan dan penyakit (Suyanto dan Mujiman, 2003).
- Habitat dan Penyebaran
Lingkungan hidup optimal yang menunjang pertumbuhan dan sintasan atau kelangsungan hidup yaitu salinitas 0,1-25 ppt (tumbuh dengan baik 10-30 ppt, ideal 15-25 ppt) dan suhu 12-31°C baik pada 24-34°C dan ideal pada 28-31°C). Di beberapa negara Amerika Selatan, Amerika Tengah, dan Cina, udang vaname juga dipelihara di lingkungan tawar dan menunjukkan perbedaan produktivitas yang tidak signifikan dengan yang dipelihara dihabitatnya (Kordi,K, 2009). Udang vaname juga merupakan organisme laut yang menghabiskan siklus hidupnya di muara air payau (Clay dan Navin, 2002 dalam Wibisono 2011).
Menurut Kordi.G, (2012) Udang Vaname (L. vannamei) adalah salah satu spesies udang unggul yang sejak tahun 2002 mulai dikulturkan di tambak-tambak di Indonesia. Udang yang biasa disebut pacific white shrimp atau rostris ini berasal dari perairan Amerika dan hawai dan sukses dikembangkan diberbagai negara di Asia seperti Cina, Thailand, Vietnam dan Taiwan. Secara ekolologis udang vaname mempunyai siklus hidup identik dengan udang windu yaitu melepaskan telur di tengah laut kemudian terbawa arus dan gelombang menuju pesisir menetas menjadi nauplius seterusnya menjadi stadium zoea, mysis, postlarva, dan juvenil. Pada stadium juvenil telah tiba di daerah pesisir selanjutnya kembali ke tengah laut untuk proses pendewasaan telur.
- Moulting (Pergantian Kulit)
Proses moulting ini menghasilkan peningkatan ukuran tubuh (pertumbuhan) secara berkala ketika moulting tubuh udang menyerap air dan bertambah besar kemudian terjadi pengerasan kulit. Setelah kulit luarnya keras ukuran tubuh udang tetap sampai pada siklus moulting berikutnya. Genus Penaeid termasuk udang putih mengalami pergantian kulit atau moulting secara periodik untuk tumbuh. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan moulting tergantung jenis dan umur udang. Pada saat udang masih kecil (fase tebar atau PL 12) proses moulting terjadi setiap hari. Dengan bertambahnya umur siklus moulting semakin lama antara 7 – 20 hari sekali. Nafsu makan udang mulai menurun pada 1–2 hari sebelum moulting dan aktivitas makannya berhenti total sesaat akan moulting. Persiapan yang dilakukan udang putih sebelum mengalami moulting yaitu dengan menyimpan cadangan makanan berupa lemak di dalam kelenjar pencernaan (hepatopancreas) (Kordi K, 2007).
Sistem Pencernaan
Makanannya berupa bangkai atau tumbuhan dan hewan lain. Alat pencernaan makanannya terdiri atas tiga bagian, yaitu : tembolok, lambung otot, dan lambung kelenjar.
Di dalam perut Crustacea terdapat gigi-gigi kalsium yang teratur berderet secara longitudinal. Selain gigi kalsium ini terdapat pula batu-batu kalsium gastrolik yang berfungsi mengeraskan eksoskeleton (rangka luar) setelah terjadi eksdisis (penegelupasan kulit). Urutan pencernaan makanannya dimulai dari mulut, kerongkongan (esofagus), lambung (ventrikulus), usus dan anus. Hati (hepar) terletak di dekat lambung. Sisa-sisa metabolisme tubuh diekskresikan lewat kelenjar hijau.
Sistem Peredaran Darah
Sistem peredaran darah Crustacea disebut sistem peredaran darah terbuka, karena beredar tanpa melalui pembuluh darah. Darahnya tidak mengandung hemoglobin (Hb) melainkan hemosianin yang daya ikatnya terhadap oksigen rendah.
Sistem Respirasi
Hewan-hewan Crustacea bernapas dengan insang yang melekat pada anggota tubuhnya. O2 masuk dari air ke pembuluh insang, sedangkan CO2 berdifusi dengan arah berlawanan. O2 ini akan diedarkan ke seluruh tubuh tanpa melalui pembuluh darah.
Sistem Syaraf
Sistem saraf Crustacea disebut sebagai sistem saraf tangga tali, dimana ganglion kepala (otak) terhubung dengan antena (indraperaba), mata (indra penglihatan), dan statosista (indra keseimbangan).
Sistem Reproduksi
Golongan hewan ini bersifat diesis (ada jantan dan betina) dan pembuhan berlangsung di dalam tubuh betina (fertilisasi internal). Telur menetas menjadi larva yang sangat kecil, berkaki tiga pasang dan bersilia. Untuk dapat menjadi dewasa, larva hewan akan mengalami pergantian kulit (ekdisis) berkali-kali.
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) termasuk golongan omnivora atau pemakan segala. Beberapa sumber pakan udang antara lain udang kecil (rebon), fitoplankton, copepoda, polychaeta, larva kerang dan lumut. Sifat-sifat Penting udang vannamei antara lain yaitu aktif pada kondisi gelap (nokturnal), dapat hidup pada kisaran salinitas lebar (euryhaline), suka memangsa sesama jenis (kanibal), tipe pemakan lambat, tetapi terus-menerus (continous feeder), menyukai hidup di dasar (bentik) dan mencari makan lewat organ sensor (chemoreceptor).
Klasifikasi Vannamei
Klasifikasi udang vannamei, yaitu
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Morfologi Vannamei
Tubuh udang vanname dibentuk oleh dua cabang (Biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Vannamei memiliki tubuh yang berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik (Moulting). Bagian tubuh udang vannamei sudah mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut.
a. Makan, bergerak, dan membenamkan diri kedalam lumpur (Burrowing)
b. Menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas.
c. Organ sensor, seperti pada antena dan antenula.
Siklus Hidup Vannamei
Udang biasa kawin di daerah lepas pantai yang dangkal. Proses kawin udang meliputi pemindahan spermatophore dari udang jantan ke udang betina. Peneluran bertempat pada daerah lepas pantai yang lebih dalam. Telur-telur dikeluarkan dan difertilisasi secara eksternal di dalam air. Seekor udang betina mampu menghasilkan setengah sampai satu juta telur setiap bertelur. Dalam waktu 13-14 jam, telur kecil tersebut berkembang menjadi larva berukuran mikroskopik yang disebut nauplii/nauplius (Perry, 2008).
Gambar 2. Siklus Hidup Vannamei
Reproduksi Vannamei
Perilaku kawin pada Penaeus vannamei pada tangki maturasi dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti temperatur air, kedalaman, intensitas cahaya, fotoperiodisme, dan beberapa faktor biologis seperti densitas aerial dan rasio kelamin (Yano et al., 1988). Menurut Dunham (1978), bahwa adanya perilaku kawin pada krustasea disebabkan adanya feromon. Udang jantan hanya akan kawin dengan udang betina yang memiliki ovarium yang sudah matang. Kontak antena yang dilakukan oleh udang jantan pada udang betina dimaksudkan untuk pengenalan reseptor seksual pada udang (Burkenroad, 1974). Proses kawin alami pada kebanyakan udang biasanya terjadi pada waktu malam hari (Berry, 1970). Tetapi, udang Penaeus vannamei paling aktif kawin pada saat matahari tenggelam. Spesies Penaeus vannamei memiliki tipe thelycum tertutup sehingga udang tersebut kawin saat udang betina pada tahap intermolt atau setelah maturasi ovarium selesai, dan udang akan bertelur dalam satu atau dua jam setelah kawin (Wyban et al., 2005).
No comments:
Post a Comment